Kebanyakan orang Indonesia kekurangan proteksi asuransi. Istilah pada dunia asuransi adalah underinsure.
Alias proteksi yang dimiliki tidak mencukupi kebutuhan sebenarnya.
Ujungnya, tentu akan kesulitan. Harapan besar bahwa asuransi akan
menghapuskan kesulitan ketika kepala keluarga tidak mampu memberi
nafkah, sirna sudah.
Banyak contohnya. Evita Carolina (39) warga
Bekasi dengan tiga anak mengatakan membayar premi asuransi jiwa sebesar
Rp 2,8 juta per tahun. Uang pertanggungannya hanya sebesar Rp 50 juta.
”Memang kurang, tetapi belum ada rencana menambah lagi,” ujar ibu rumah
tangga yang baru melahirkan anak ketiganya ini. Nurul Pramudya (36)
lebih ekstrim lagi. Dia hanya memiliki asuransi pendidikan sebesar Rp 10
juta untuk kedua anaknya. Padahal, sejak suaminya meninggal 9 tahun
lalu, dia berjuang sendirian untuk menghidupi kedua anaknya. Jika
terjadi risiko meninggal, kedua anaknya hanya akan menerima uang
pertanggungan sebesar Rp 10 juta saja. ”Dahulu jumlah itu sudah terlihat
besar, tetapi sekarang kecil sekali,” kata Nurul mengakui kecilnya uang
pertanggungan yang dia miliki.
Sementara itu, Fitri Dharmayanti (40) seorang wanita pengusaha di Bengkulu mengatakan dia dan suaminya memiliki asuransi jenis unit link dengan
uang pertanggungan Rp 500 juta. Tampaknya uang pertanggungan ini besar.
Dengan biaya hidup sebesar Rp 8 juta per bulan, uang pertanggungan ini
dapat memenuhi kebutuhan keluarganya selama lima tahun. Setelah lima
tahun uang akan habis sementara anaknya yang masih bersekolah di sekolah
dasar belum dapat memenuhi biaya hidupnya sendiri.
Mengapa
kebanyakan nasabah asuransi tidak memiliki proteksi yang mencukupi
kebutuhannya ? Hal itu terjadi karena nasabah sendiri tidak mengetahui
berapa sebenarnya proteksi yang dibutuhkan. Sebagian besar orang membeli
asuransi berdasarkan promosi dari agen asuransi, bukan kesadaran
mencukupi kebutuhan proteksi. Jadi, antara kebutuhan dan proteksi yang
ditawarkan tidak sebanding.
Selain kurang informasi dari agen
asuransi, nasabah juga tidak memiliki kemampuan untuk menghitung berapa
kebutuhan proteksinya. Padahal, caranya cukup mudah lho.
Cara menghitung
Ada beberapa metode digunakan untuk menghitung kebutuhan asuransi. Cara pertama adalah menghitung berdasarkan human live value. Metode
ini menentukan uang pertanggungan asuransi berdasarkan berapa
penghasilan dari seorang kepala keluarga yang disetahunkan. Penghasilan
ini dikalikan dengan seberapa lama kira-kira dana tersebut diperlukan
oleh ahli waris hingga ahli waris dapat mandiri. Biasanya, yang
digunakan patokan untuk waktu ahli waris dapat mandiri adalah seusai dia
selesai kuliah. Asumsinya, si anak atau ahli waris itu selesai kuliah
dapat bekerja dan menghidupi dirinya sendiri. Uang pertanggungan ini
tidak memperhitungkan pertumbuhan dana jika disimpan di bank atau
instrumen investasi lainnya.
Jadi misalnya sebuah keluarga Budi
dengan ayah, Budi yang berusia 35 tahun, memiliki seorang istri yang
tidak bekerja dan seorang anak yang berusia lima tahun. Penghasilan si
ayah sebesar Rp 5 juta per bulan. Maka berdasarkan metode human live value, uang pertanggungan asuransi yang diperlukan adalah sebesar Rp 5 juta x 12 x 20 tahun = Rp 1,2 miliar.
Mengapa
dikalikan dengan 20 tahun? Waktu 20 tahun itulah merupakan masa yang
harus dilindungi. Mengingat si anak saat ini berusia 5 tahun, dalam
waktu 20 tahun mendatang dia akan berusia 25 tahun, diharapkan sudah
selesai kuliah dan dapat membiayai dirinya sendiri sehingga tidak
tergantung lagi dari uang pertanggungan asuransi.
Sehingga
keluarga ini memerlukan uang pertanggungan asuransi sebesar Rp 1,2
miliar untuk memproteksi keperluan keluarga selama 20 tahun.
Semakin
tinggi uang pertanggungan, semakin tinggi pula premi yang harus
dibayarkan. Jika untuk mendapatkan uang pertanggungan sebesar Rp 1,2
miliar premi yang harus dibayarkan terasa mahal, cara ini dapat diganti
dengan memperhitungkan pengeluaran, bukan pendapatan.
Seumpama
dari pendapatan sebesar Rp 5 juta tersebut ternyata biaya kebutuhan
keluarga sebesar Rp 4 juta, maka perhitungannya menjadi Rp 4 juta x 12 x
20 tahun = Rp 960 juta.
Masih ada cara untuk menghitung berapa besarnya uang pertanggungan asuransi, cara kedua adalah income based value (IBV).
Dengan cara ini, perlu dihitung berapa dana yang harus diinvestasikan
agar dapat menghasilkan uang sebesar Rp 4 juta sebulan seperti contoh di
atas untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut. Dana itu harus
diinvestasikan pada instrumen investasi yang aman. Saat ini, instrumen
investasi yang dikategorikan aman dan memberikan imbal hasil di atas
bunga perbankan adalah obligasi negara Indonesia (ORI).
Saat ini,
tingkat suku bunga ORI sebesar 7,3 persen, dikurangi pajak 20 persen
sehingga didapatkan hasil netto sebesar 5,84 persen per tahun atau 0,48
persen per bulan. Nah, untuk mendapatkan dana sebesar Rp 4 bulan
sebagai pengeluaran per bulan dengan bunga sebesar 0,48 persen per bulan
berapa besarnya investasi yang diperlukan ?
Cara perhitungannya,
Rp 4 juta/0,48 persen = Rp 840 juta. Sehingga idealnya keluarga ini
memiliki dana investasi bebas risiko sebesar Rp 840 juta untuk dapat
memenuhi pengeluaran sebesar Rp 4 juta per bulan. Dari mana dana
investasi ini ? Dana ini didapatkan dari uang pertanggungan asuransi.
Sehingga dengan metode IBV, keluarga ini memerlukan uang pertanggungan
sebesar Rp 840 juta agar dapat menghasilkan dana sebesar Rp 4 juta per
bulan jika pencari nafkah meninggal.
Sementara cara ketiga disebut survival based value (SBV).
Dengan cara ini, dihitung berapa utang yang harus dilindungi dan berapa
penghasilan yang harus dilindungi sampai orang yang ditinggalkan
(disebut survival) dapat bekerja. Metode ini mengasumsikan
orang yang ditinggalkan akan bekerja dan akan bekerja setelah
ditinggalkan kepala keluarga.
Jika menggunakan metode ini, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan. Semakin besar uang yang harus
dibayarkan, semakin besar pula uang pertanggungan asuransi yang
dibutuhkan. Selain itu, semakin tinggi pendidikan dan semakin banyak
pengalaman yang dimiliki pasangan, diasumsikan semakin cepat pula dia
mendapatkan pekerjaan. Faktor lain yang harus diperhitungkan juga adalah
berapa besarnya dana darurat yang dimiliki keluarga tersebut.
Misalnya
keluarga Danu (38). Danu berpenghasilan Rp 10 juta per bulan. Si istri,
Ani berusia 30 tahun dan baru dua tahun tidak bekerja. Sebelumnya
istri bekerja dengan gaji Rp 4 juta per bulan. Keluarga Budi membeli
rumah dengan cara mencicil. Rumah tersebut berharga Rp 400 juta dan
sisa utang mereka Rp 300 juta. Cicilan per bulan sebesar Rp 1,5 juta.
Total pengeluaran keluarga ini Rp 8 juta per bulan. Keluarga Danu
memiliki dana darurat sebesar Rp 50 juta. Berapa besar perlindungan yang
harus dimiliki keluarga tersebut ?
Dengan memperhitungkan dana
darurat yang sebesar Rp 50 juta, dengan pengeluaran Rp 8 juta berarti
dana tersebut dapat digunakan untuk menutup biaya hidup sehari-hari
selama 6 bulan.
Selain itu, dengan memperhitungkan pengalaman
kerja serta keahlian istri, diasumsikan dia akan mudah mendapatkan
pekerjaan lagi setelah suaminya meninggal. Jika penghasilan terakhir Rp 4
juta, diperkirakan penghasilan istri jika bekerja kembali ada kenaikan
10 persen, berarti potensi pendapatan keluarga ini sebesar Rp 4,4 juta
per bulan.
Ketika mengikat akad kredit, biasanya kreditor
diasuransikan seumur kredit tersebut. Jadi jika meninggal, sisa tagihan
KPR akan dilunasi oleh uang pertanggungan dari asuransi kredit
tersebut. Jadi pengeluaran sebesar Rp 1,5 juta untuk membayar cicilan
KPR tidak ada lagi. Biaya hidup turun dari Rp 8 juta – Rp 1,5 juta
menjadi Rp 6,5 juta. Dengan pendapatan istri yang sebesar Rp 4,4 juta
dan pengeluaran sebesar Rp 6,5 juta, keluarga ini masih kekurangan
pendapatan sebesar Rp 2,1 juta per bulan. Jadi Rp 2,1 x 12 x 20 tahun
= Rp 504 juta. Nah, Rp 504 juta inilah yang merupakan kekurangan yang
harus ditutupi dari uang pertanggungan asuransi. Dengan uang
pertanggungan asuransi sebesar Rp 504 juta ditambah dengan istri yang
bekerja kembali, maka keluarga ini tetap dapat memenuhi kebutuhan
sehari-harinya jika pencari nafkah utama meninggal dunia.
Hasil
perhitungan beberapa metode ini berbeda. Pilihlah yang sesuai dengan
keadaan keuangan Anda. Jangan cemas dahulu jika hasil perhitungan
menyebutkan Anda memerlukan uang pertanggungan hingga miliaran rupiah.
Carilah jenis asuransi yang sesuai dengan kantong.
Untuk
mendapatkan uang pertanggungan sebesar Rp 1 miliar, jika Anda masih muda
sekitar umur 30an dan sehat, biayanya hanya sekitar Rp 3 juta per tahun
jika mengambil asuransi berjangka atau term life. Tentu uang premi akan
semakin mahal jika usia bertambah dan kesehatan terganggu.
Oleh sebab itu, janganlah menunda membeli proteksi, demi keluarga tercinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar